PERSPEKTIF KOMUNIKASI ANTAR MANUSIA (Konsep dan Perspektif Ilmu Komunikasi)

A. KONSEP PERSPEKTIF

Perspektif dilihat secara sepintas sama dengan persepsi. Namun sebenarnya perspektif bukan persepsi melainkan pemandu persepsi kita; perspektif mempengaruhi apa yang kita lihat dan bagaimana kita menafsirkan apa yang kita lihat.

Joel M.Charon (dalam Mulyana, 2001:7) meringkaskan makna perspektif sebagai berikut: Perspektif dalam bidang keilmuan sering juga disebut paradigma (paradigm), kadang-kadang disebut pula mazhab pemikiran (school of though) atau teori.

Menurut Ritzer (1980), paradigma adalah “…. a fundamental image of the subject matter within a science …” jadi paradigma ialah “gambaran dasar mengenai pokok bahasan suatu ilmu”.

Istilah-istilah lain yang sering diidentikkan dengan pespektif adalah model, pendekatan, strategi intelektual, kerangka konseptual, kerangka pemikiran, dan pandangan dunia (worldview). Perspektif sering juga disebut paradigma. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata.

Menurut Anderson (dalam Mulyana, 2001:9) makna paradigma adalah: “ideologi dan praktik suatu komunitas ilmuwan yang menganut suatu pandangan yang sama atas realitas, memiliki seperangkat kriteria yang sama untuk menilai aktivitas penelitian, dan menggunakan metode serupa”.

B. PERSPEKTIF DALAM ILMU SOSIAL (ILMU KOMUNIKASI)

Perspektif dalam ilmu sosial terdapat beberapa perspektif lagi (biasa juga disebut pendekatan atau teori). Masing-masing disiplin seperti ilmu komunikasi, psikologi, sosiologi, dan antropologi juga bisa disebut perspektif yang berlainan.

Sementara perspektif lama masih berkembang dalam ilmu-ilmu sosial kini telah muncul perspektif-perspektif baru seperti, teori feminis, hermeneutika, semiotika, cultural studies, postmodernism, postcolonialism, dll.

Membicarakan teori pada dasarnya membicarakan perspektif yang melatarbelakanginya. Keduanya memang terpaut erat, kadang-kadang dicampuradukkan.

Pakar komunikasi Stephen W. Littlejohn menggunakan istilah teori (struktural fungsional; kognitif dan behavioral; konvensional interaksionis, interpretif dan kritis), yang oleh banyak pakar malah disebut perpektif.

C. BEBERAPA PERSPEKTIF YANG BERKAITAN DENGAN KOMUNIKASI

Menurut Cangara, Hafied (Pengantar Ilmu Komunikasi, Rajawali Pers,1998), berdasarkan pengertian dan model komunikasi, pada dasarnya komunikasi dapat dilihat dari berbagai dimensi yaitu; komunikasi sebagai proses, komunikasi sebagai simbolik, komunikasi sebagai sistem dan komunikasi sebagai multisimensional, yaitu:
1. Komunikasi Sebagai Proses; komunikasi dipandang sebagai suatu kegiatan yang berlangsung secara dinamis. Sesuatu yang didefinisikan sebagai proses, berarti unsur yang ada didalamnya bergerak aktif, dinamis dan tidak satatis.
2. Komunikasi Sebagai Simbolik; Hampir semua pernyataan manusia baik yang ditujukan untuk kepentingan dirinya, maupun untuk kepentingan orang lain dinyatakan dalam bentuk simbolik. Simbol dapat dinyatakan dalam bentuk bahasa lisan atau tulisan (verbal) maupun melalui isyarat-isyarat tertentu (non verbal).
3. Komunikasi Sebagai Sistem; sistem sering kali di definisikan sebagai suatu aktivitas dimana semua komponen atau unsur yang mendukungnya saling berinteraksi satu sama lainya dalam menghasilkan keluaran (Semprivivo,1982) atau dengan kata lain seperangkat komponen yang saling bergantungan satu sama lain. Konsep sistem dikaitkan dengan proses komunikasi dapat dikatakan bahwa komunikasi adalah suatu sistem.
4. Komunikasi Sebagai Multidimensional; komunikasi dilihat dari perspektif multidimensional maka ada dua tingkatan yang diidentifikasi yakni dimensi isi (content dimension) dan dimensi hubungan (relationship dimension).

Kedua dimensi ini dalam komunikasi antar manusia tidak terpisahkan satu sama lain. Berdasarkan metode dan logika penjelasannya, terdapat empat perspektif yang mendasari teori dalam ilmu komunikasi.

Keempat perspektif tersebut adalah:
1. Convering Laws (Perspektif Hukum);
Pada dasarnya pemikiran covering laws theories berangkat dari prinsip “sebab-akibat” atau hubungan kausalitas. Rumusan umum dari prinsip ini antara lain dicerminkan dalam pernyataan-pernyataan hipotetis yang berbunyi: Jika A .... Maka B ....

Menurut Dray: Penjelasan-penjelasan covering laws theories didasarkan pada dua asas:
Pertama, bahwa teori berisikan penjelasan-penjelasan yang berdasarkan pada keberlakuan umum/hukum umum.
Kedua, bahwa penjelasan teori berdasarkan analisis keberaturan. Hempel lebih lanjut memerincikan tiga macam penjelasan yang dianut dalam covering laws:
• D-N (Deductive – Nomological)
• D-S (Deductive – Statistical)
• I-S (Inductive – Statistical)

Penjelasan yang berprinsip D-N ini dibagi dalam dua bagian: objek penjelasan dan subjek penjelasan. Objek penjelasan menunjuk pada apa yang dijelaskan (explanandum), sementara subjek penjelasan menunjuk pada apa yang menjelaskan (explanans).
Contohnya pernyataan yang memakai D-N:
“Semua X adalah Y”. Sementara itu, manurut Kaplan, pengertian universalitas pada dasarnya bersifat relatif. Hal ini disebabkan bahwa tidak mungkin menguji keberlakuan hukum pada segala situasi dan waktu. Alhasil, keberlakuan atau kebenaran hukum bisa juga diragukan.

Perspektif covering laws ini pada dasarnya memiliki keterbatasan. Khususnya dalam konteks ilmu sosial adalah:
1) Keberlakuan prinsip universalitas bersifat relatif
2) Formula statistik covering laws sulit diterapkan dalam mengamati tingkah laku manusia, karena pada dasarnya tingkah-laku manusia itu sering berubah-ubah dan sulit diterka.
3) Manusia dalam kehidupannya juga terikat oleh ikatan-ikatan kultur specifik
4) Kehidupan manusia penuh keragaman dan kompleks
5) Sifat kehidupan manusia bisa berubah-ubah
6) Analisis covering laws terlalu didasarkan pada perhitungan-perhitungan statistik yang belum tentu sesuai dengan realitas

 2. Rules (Perspektif Aturan);
Pemikiran rules theories berdasarkan prinsip praktis bahwa manusia aktif memilih dan mengubah aturan-aturan yang menyangkut kehidupannya. Dibandingkan dengan perspektif hukum yang berprinsipkan hubungan sebab-akibat, perpektif rules theories mempunyai 2 ciri penting, yaitu: 1) Rules pada dasarnya merefleksikan fungsi-fungsi perilaku dan kognitif yang kompleks dari kehidupan manusia 2) Aturan menunjukkan sifat-sifat keberaturan yang berbeda dari beraturan sebab-akibat. Para ahli dalam tradisi evolusi mengemukakan bahwa dalam mengamati tingkah laku manusia, pemikiran rules theories ini dapat dibagi menjadi tujuh kelompok, yaitu: 1) Pertama, memfokuskan perhatiannya pada pengamatan tingkah laku sebagai rules. 2) Kedua, mengamati tingkah laku yang menjadi kebiasaan (regular behaviour). 3) Ketiga, menitikberatkan perhatian pada aturan-aturan yang menentukan tingkah laku. 4) Keempat, mengamati aturan-aturan yang menyesuaikan diri dengan tingkah laku. 5) Kelima, memfocuskan pengamatannya pada aturan-aturan yang mengikuti tingkah laku. 6) Keenam, mengamati aturan-aturan yang menerapkan tingkah laku. 7) Ketujuh, memfocuskan perhatiannya pada tingkah laku yang merefleksikan aturan. 3. Systems (Perspektif Sistem) Secara umum pemikiran dasar pendekatan system mempunyai empat ciri pokok: a. System adalah suatu keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagian b. System berada secara tetap dalam lingkungan yang berubah c. System hadir sebagai reaksi atas lingkungan d. System merupakan koordinasi dari hierarki Kerangka kerja system pada dasarnya tidak bersifat monolitis. Dalam hal ini ada tiga alternative model dalam system, yaitu; General System Theory (Teori system umum), yang terdiri atas system terbuka dan system tertutup, Cybernetics, Structural Functionalism. a. Sistem Terbuka; Sistem terbuka mempunyai lima karakteristik, yaitu; 1) Adanya komponen-komponen bagian dari sistem 2) Adanya spesifikasi hubungan antar komponen 3) Adanya perilaku sistem 4) Adanya interaksi dengan lingkungan di luar sistem yang menghasilkan inputs dan outputs, dan 5) Adanya proses evolusi sistem Sistem terbuka mempunyai empat ciri proses perilaku sebagai berikut : 1) Pertukaran antara sistem dan lingkungan selalu terjadi dalam sistem terbuka. 2) Pada suatu kondisi tertentu sistem berada dalam keadaan tetap yakni berada pada suatu jarak tertentu dari titik keseimbangan. 3) Keadaan tetap ini bisa dicapai dengan sendirinya berdasarkan kondisi-kondisi tertentu dan tergantung pada parameter-parameter sistem (equifinality). 4) Keadaan entropy (ketidakpastian atau situasi yang tidak menentu) dalam sistem cenderung menurun. b. Sistem tertutup Sistem tertutup dicirikan atas tiga hal: 1) Adanya komponen-komponen bagian 2) Setiap komponen merupakan konfigurasi nilai pada suatu waktu tertentu 3) Setiap komponen bisa berubah karena proses transformasi. Perilaku system tertutup mempunyai empat ciri: 1) Terisolasi dari lingkungan 2) Tetap berada pada titik keseimbangan semula 3) Sistem sepenuhnya ditentukan oleh kondisi awal, dan 4) Keadaan entropy cenderung meningkat. c. Cybernetics; Cybernetics dicirikan oleh bebarapa kondisi logis, yakni; parameter tujuan diatur oleh pusat control, pusat control memperngaruhi dan mengendalikan bagian-bagian dari system, adanya feedback ke pusat control, tes pembanding yang dilakukan oleh pusat control menghasilkan tanda error, aksi korektif dilakukan oleh pusat control. d. Structural-functionalism; Model ini mempunyai beberapa ciri sebagai berikut. Pertama, system dipandang sebagai suatu kesatuan yang terdiri dari unsure-unsur yang saling berkaitan. Kedua, adanya spesifikasi factor-faktor eksternal yang bisa mempengaruhi system. Ketiga, adanya ciri-ciri, sifat-sifat yang dipandang esensial untuk kelangsungan system. Keempat, adanya spesifikasi jarak yang menentukan perbedaan nilai. Kelima, adanya aturan tentang bagaimana bagian-bagian secara kolektif beroperasi sesuai ciri-cirinya untuk menjadi eksistensi dari system. 4. Symbolic Interactionism (Perspektif Simbolik Interaksionisme); Kerangka pemikiran symbolic interactionism berasal dari disiplin sosiologi. Menurut Jerome Manis dan Bernard Meltzer terdapat tujuh proposisi umum yang mendasari pemikiran symbolic interactionism, yaitu: a. Bahwa tingkah laku dan interaksi antar manusia dilakukan melalui perantaraan lambang-lambang yang mengandung arti. b. Orang menjadi manusiawi setelah berinteraksi dengan orang-orang lainnya c. Bahwa masyarakat merupakan himpunan dari orang-orang yang berinteraksi d. Bahwa manusia secara sukarela aktif membentuk tingkah lakunya sendiri e. Bahwa kesadaran atau proses berpikir seseorang melibatkan proses interaksi dalam dirinya f. Bahwa manusia membangun tingkah lakunya dalam melakukan tindakan-tindakanya g. Bahwa untuk memahami tingkah laku manusia diperlukan penelaahan tentang tingkah laku yang tersembunyi. Menford Kuhn: Perkembangan pendekatan symbolic interactionism dapat dibagi dalam dua periode. a. Periode pertama, merupakan periode tradisi oral dan menjadi awal perkembangan dasar-dasar pemikiran symbolic interactionism. Tokoh-tokoh yang dikenal antara lain, Charles Cooley, John Dewey, I.A. Thomas dan George Herbert Mead. Karya Mead Mind, Self and Society merupakan buku pegangan utama. Oleh karena itu periode ini disebut juga sebagai periode mead atau meadian. b. Periode kedua, disebut juga sebagai masa pengkajian atau penyelidikan, muncul beberapa tahun setelah publikasi karya Mead. Tokoh-tokoh yang muncul pada masa ini antara lain Herbert Blumer (The Chicago School), Manford Kuhn (The Iowa School) dan Kenneth Burke. George Herbert Mead: menurutnya Orang adalah actor (pelaku) dalam masyarakat, bukan reactor, Social act (tindakan social) merupakan payungnya. Tindakan merupakan suatu unit lengkap yang tidak bisa dianalisis manurut bagian-bagiannya secara terpisah. Dalam hal ini, tindakan social mencakup tiga bagian yang saling berkaitan: (1) Initial Gesture (gerak isyarat awal) dari seorang individu, (2) Response (tanggapan) atas gerak isyarat tersebut dari individu-individu lainnya baik secara nyata ataupun secara tersembunyi, (3) hasil dari tindakan yang dipersepsikan oleh kedua belah pihak. Menurut Mead, masyarakat merupakan himpunan dari perbuatan-perbuatan yang kooperatif yang berlangsung di antara para warga / anggotanya. Namun demikian, perbuatan kooperatif ini bukan hanya menyangkut proses fisik-biologis saja, tetapi juga menyangkut aspek psikologis, karena melibatkan proses berpikir (minding). Jadi, cooperation atau kerja sama mengandung arti membaca atau memahami tindakan dan maksud orang lain agar dapat berbuat sesuai dengan cara yang sesuai dengan orang-orang lain. Pemikiran bahwa masyarakat merupakan rangkaian interaksi pengunaan symbol-simbol yang kooperatif, pada dasarnya menekankan pentingnya aspek berbagi arti atas symbol-simbol yang digunakan di antara para anggota masyarakat. Dengan demikian, interaksi social merupakan hasil perpaduan antara pemahaman diri sendiri dan pemahaman atas orang-orang lain. Pengembangan diri, menurut Mead meliputi tiga fase: pertama, fase persiapan (preparatory stage). Dalam fase ini orang biasanya melakukan kegiatan atau proses imitasi. Kedua, fase permainan (play stage). Di tahap ini orang mulai memainkan atau menjalankan peran orang lain dalam lingkungannya. Ketiga, game stage (fase praktik penerapan permainan). Dalam fase ini orang bertindak sesuai dengan cara-cara atau kebiasaan-kebiasaan umum. Salah satu konsep pokok yang dicetuskan Mead dalam pembahasannya tentang symbolic interactionism adalah konsep the generalized other. Konsep ini pada hakikatnya menunjukkan bagaimana seseorang melihat dirinya sebagaimana orang-orang lain melihat dirinya. Herbert Blumer; Pencetus istilah symbolic interctionism. Pokok-pokok pikiran Blumer antara lain adalah: a. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan pemahaman arti dari sesuatu tersebut b. Pemahaman arti ini diperoleh melalui interaksi c. Pemahaman arti ini juga merupakan hasil proses interpretasi. Dengan demikian, meaning atau arti dari sesuatu, menurut Blumer, merupakan hasil dari proses internal dan eksternal (karena diperlukan interaksi). Blumer menyebutkan bahwa sesuatu objek itu bentuknya ada tiga macam: a. Things, atau benda fisik b. Social thingks atau benda-benda social, misalnya orang c. Ideas atau Abstracts, benda-benda abstrak seperti ide-ide atau gagasan-gagasan Blumer, memandang orang sebagai actor, bukan reactor. Tindakan atau aksi social, manurut Blumer, merupakan perluasan dari tindakan-tindakan individu, di mana masing-masing individu menyesuaikan tindakannya sehingga hasilnya merupakan gabungan. Dalam pembahasannya, Blumer juga mengemukakan aspek-aspek metodologis. Kegiatan penyelidikan atau penelitian yang lazim dilakukan umumnya mencakup enam hal sebagai berikut: a. Peneliti harus memiliki kerangka kerja atau model empiris yang jelas. Hal ini penting karena penelitian tidak bisa dilakukan dalam tingkatan abstraksi yang tidak bisa diukur dalam dunia realitas b. Peneliti harus punya pertanyaan-pertanyaan sebagai kerangka permasalahan pokok yang akan dikaji c. Peneliti harus melakukan pengumpulan data melalui cara-cara yang realistis d. Peneliti harus mampu mengali pola-pola dan karakteristik-karakteristik hubungan berdasarkan data yang ada e. Peneliti harus membuat interpretasi atas hasil pengumpulan datanya f. Peneliti harus mengkonseptualisasikan hasil penyelidikannya. Namun demikian, menurut Blumer, keenam cara penelitian diatas tidak memadai. Metode penelitian yang disarakan oleh Blumer meliputi dua tahap sebagai berikut: a. Pertama, tahap eksplorasi. Pada tahap ini seorang peneliti secara fleksibel dapat melakukan suatu teknik atau cara pengumpulan informasi yang etis. Dengan demikian peneliti mempunyai keleluasaan untuk menggunakan metode apa saja yang sesuai dengan objek yang diamatinya. Umpamanya, pengamatan secara langsun, wawancara, dan lain-lain. b. Kedua, tahap inspeksi. Inspeksi merupakan kegiatan pengamatan / pengujian yang lebih intensif dan berfocus mengenai hal / objek yang diamati. Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap eksplorasi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

NAMA-NAMA WALIKOTA/WAKIL WALIKOTA PEMERINTAH KOTA SOLOK DARI TAHUN 1970 S/D 2020

PERSPEKTIF TEORI PERTUKARAN SOSIAL (Konsep dan Asumsi Teori Pertukaran Sosial)